> Assalamualaikum wr. wb. Wa alaikum salam. > Didalam hadis saya mengetahui bahwa pria dilarang memakai sutera dan mas. Masalah pemakaian emas dan pakaian yang terbuat dari sutera sudah pernah kita diskusikan. > Tetapi saya pernah mendengar boleh pria memakai perhiasan yang terbuat dari mas putih. Sehubungan dengan itu saya berniat akan mengadakan acara lamaran dan saya ingin memakai cincin > Maka pertanyaan saya : > 1. Apakah mas putih sama dengan yang disabut Platina? Jawaban. Masaah ini harus dijawab oleh ahli fisika. Tetapi setahu kami, emas putih sama dengan platina [benar nggak?]. > 2. Apakah mas putih bisa digunakan untuk cicin kawin sebagai pengganti mas biasa (murni)? > 3. Jika diperbolehkan memakai cincin (platina), Bagaimana hukum/peraturan, jika pria memakai cincin? Jawaban. Sebetulnya tidak sederhana untuk menjawab sebuah permasalah hukum seperti yang ditanyakan di atas. Walaupun jawaban hanya "boleh" dan "tidak boleh", kami ingin memulainya dari satu perspektif dalam teori ilmu hukum Islam. Dijelaskan dalam satu kaidah [maksim] hukum Islam bahwa ketentuan hukum mengacu pada dasar alasannnya [reasoning]. Kaidah ini berbunyi "al-hukmu yaduuru ma'a 'illatihi wujudan wa 'adaman". Kaidah ini kita terapkan untuk memahami masalah emas kuning dan putih serta pakaian yang terbuat dari sutera. Apa alasan ['illat] pelarangan [menurut aliran yang mengharamkan]? Sebetulnya hadits yang bercerita tentang pelarangan memakai emas dan sutera tidak secara tegas diterangkan alasan pelarangannya. Kami melihat, pelarangan pemakaian emas bagi laki-laki "tidak terletak pada zat metal tersebut" tetapi terletak pada "nilai atau signifikansi sosialnya".Untuk mengelaborasi masalah di atas, secara sosio-historis, ada beberapa indikasi dan norma dasar yang dapat menunjukkan asalan pelarangan tersebut.
Pertama Islam melarangkan perbuatan takabur yang pokok pangkalnya difasilitasi oleh kelebihan [terutama harta benda, keilmuan dll] yang kita miliki dibanding dengan apa yang dimiliki oleh orang lain.
Kedua, Islam melarang sifat berlebih-lebihan [mubazir] apalagi jika berlebih-lebihan ini akan menumbuhkan kecemburuan bahkan kedengkian orang lain. Wacana sufistik mengajarkan "agar jangan sampai kita melakukan sesuatu hal yang menyebabkan orang lainnya melakukan kesalahan".
Ketiga, Nabi sangat hati-hati sekali dalam memandu kehidupan sosial umat Islam. Saking hati-hatinya, Nabi melarang umat Islam untuk mengenakan dan memakai atribut mewah yang dapat menumbuhkan kecemburuan dan kedengkian sosial. Hal inilah yang nampaknya menjadi alasan dasar kenapa pemakaian emas dan sutera dilarang dalam beberapa hadits.
Walhasil, jika pemikiran kami di atas dapat diterima [disini ada khilafiyah], maka, pada prinsipnya, bukan hanya emas dan sutera yang dilarang, tetapi pelarangan tersebut ditujukan kepada seluruh benda-benda mewah yang dapat membuat pemakainya tergelincir pada perasaan dosa [takabur] dan dapat berimplikasi sosial [menumbuhkan kecemburuan sosial, serta dapat menstimulasi orang lain berbuat jahat terhadap pemakainya]. Dalam pemikiran ini, hukum pelarangan barang-barang tertentu dalam Islam sangat kontekstual.
Artinya, pada konteks tertentu, emas dilarang, dan pada konteks yang lain diperbolehkan. Ketentuan hukum memakai emas putih, platina dan barang-barang mewah lainnya mengacu pada norma dasar ini dengan mempertimbangkan implikasi sosial.
Wa Allah 'a'lam bi l-shawab.
Noryamin Aini Montreal, Canada
1 komentar:
jadi tau nih prinsip pelarangan pemakaian emas, khususnya buat pria..
nice article..
Posting Komentar