Hukum Perceraian

>Assalamualaikum Wr. Wb.
>Ustadz yth. saya ingin menanyakan tentang hukum perceraian.
>Apabila seorang suami dengan sengaja (sehabis marah-marahtentunya)
>kemudian mengatakan :"Saya ceraikan kamu!",dan si istri menerima.
>Kemudian sebelum satu bulan sisuami ingin mengajak kumpul lagi,
>apakah perlu pasangan tersebut mengucapkan ijab kabul kembali. 
>Saya inginkan jawaban sesuai hukum Islam , bukan menurut kitab
>undang-undang perkawinan.
>Sebagai alasan kenapa si istri minta ijab kabul lagi adalah ingin memberikan 
>pelajaran agar sisuami tidak mudah mempermainkan kata "Cerai".
>Apa bila si istri mempertahankan minta ijab kabul lagi, tetapi sisuami
>tidak mau karena berdasar kitab undang-undang perkawinan, apakah si istri
>tersebut berdosa ?
>  Terima kasih atas fatwa pak Ustadz.
>      Wassalamualaikum Wr. Wb.


Jawaban:

Ass wr wb
Dahulu sewaktu pasangan itu menikah, apakah, disamping 
menggunakan aturan hukum islam, juga menggunakan 
UU NO. 1/1974 tentang  perkawinan? Lebih spesifik lagi, 
apakah dahulu saat melangsungkan pernikahan dihadiri
dan dicatat oleh KUA? Jika iya, maka lucu juga [maaf] 
kalau saat cerai melupakan UU No. 1/1974.

Tetapi baiklah, kalau memang yang diminta adalah jawaban 
dari sisi hukum Islam bukan jawaban dari UU NO. 1/1974.
Suami yang telah mentalak satu isterinya berhak ruju'
dengan isterinya tanpa akad dan mahar baru selama 
ruju' itu dilakukan masih dalam masa iddah.
Dalilnya adalah Qs 2: 229. Akad nikah baru diperlukan
bila yang terjadi adalah talak ba'in sughra (maksudnya,
talak satu atau dua namun saat mau ruju' masa iddah 
sudah habis, maka diperlukan akad nikah baru) dan 
talak ba'in kubra (talak yang ketigakalinya). 

Kalau masih talak raj'i, seperti kasus yang anda kemukakan, 
maka menurut hukum Islam tak diperlukan akad nikah baru 
[sekaligus tidak perlu ada wali, mahar/maskawin dan izin 
isteri yang dirujuk]

Nah, bagaimana cara ruju' yang tanpa akad nikah itu?
Menurut mazhab Hanafi dan Hambali boleh saja suami
meruju' dalam masa iddah dengan jalan langsung menggaulinya.
Ini disebut ruju' bil fi'li dalam kitab-kitab fiqh.

Menurut mazhab lain tidak boleh langsung menggauli,
namun ruju'-lah dengan cara yang baik yaitu suami 
menyatakan dengan ucapannya keinginan untuk ruju',
seperti, "Saya rujuk kembali kepada kamu
dan mulai saat ini kita kembali menjadi suami isteri".

Dalam kitab al-Fiqh al-Islami wa adillatuh, Dr.
Wahbah al-Zuhaili menjelaskan bahwa hal-hal dibawah
ini tidak merupakan [sekali lagi, tidak merupakan]
hal-hal yang disyaratkan untuk rujuk. Dengan kalimat 
lain, tanpa adanya hal-hal di bawah ini, ruju' tetap 
dinyatakan sah.

1. Kerelaan isteri. Dalam rujuk tidak disyaratkan 
adanya kerelaan isteri, karena hak rujuk itu adalah 
hak suami yang tidak tergantung pada persetujuan atau
izin pihak lain. Dalilnya adalah Qs 2: 228.
Logikanya, kalau saat talak suami juga tidak memerlukan
kerelaan isteri, maka saat ruju' pun suami tak memerlukannya.
Talak dan ruju' [selama dalam masa iddah] merupakan
hak suami.

2. Saksi ketika rujuk. Saksi tidak diperlukan bagi suami 
yang akan rujuk kembali kepada isterinya. Akan tetapi 
untuk kehati-hatian [mencegah tuduhan zina, dsb] boleh 
saja ada saksi.

Artinya, tanpa ada saksi, ruju' tetap sah. Namun dengan 
adanya saksi hal ini lebih baik.

Mengenai permintaan isteri untuk akad nikah baru
lagi, dengan tujuan untuk memberi pelajaran agar
suami tak main kata cerai, maka salahnya si isteri saat
pertama dicerai, kenapa tidak mengadu ke Pengadilan Agama.
Kalau saat itu mengadu ke Pengadilan Agama, maka suami
tak akan seenaknya menceraikan. Karena menurut UU No.1/1974
perceraian harus didepan pengadilan. Jadi, kalau cuma emosi, lalu
bilang "kamu saya cerai", maka itu tak jatuh talaknya.

Dalam kasus hukum islam semata, suka tidak suka
ya harus ruju' ketika suami mau ruju' dalam masa iddah.
Lain halnya kalau masa iddah sudah habis.

Saya menyarankan, lupakan sajalah masa lalu. Ruju'lah kembali
dengan pasangan anda, semoga Allah meridha'i keluarga anda.

salam,

3 komentar:

rasta 7 Desember 2011 pukul 11.07  

ass.
maaf saya ata rasta,saya mau bertanya apa kah dosa jika law saya rujuk kembali dengan istri saya tanpa di ijab kabul kembali?tapi kemarin kita nerpisah karna terpaksa karena mertua yang selalu merecoki rumah tangga kami.
tolong untuk jawabannya di email ke ata.rasta @gmail.com
terima kasih.

rasta 7 Desember 2011 pukul 11.15  

>Assalamualaikum Wr. Wb.
>Ustadz yth. saya ingin menanyakan tentang hukum perceraian.
>Apabila seorang suami dengan sengaja (sehabis marah-marahtentunya)
>kemudian mengatakan :"Saya ceraikan kamu!",dan si istri menerima.
>Kemudian sebelum satu tahun sisuami ingin mengajak kumpul lagi,
>apakah perlu pasangan tersebut mengucapkan ijab kabul kembali.
>Saya inginkan jawaban sesuai hukum Islam , bukan menurut kitab
>undang-undang perkawinan.
>Sebagai alasan kenapa si istri minta ijab kabul lagi adalah ingin memberikan
>pelajaran agar sisuami tidak mudah mempermainkan kata "Cerai".
>Apa bila si istri mempertahankan minta ijab kabul lagi, tetapi sisuami
>tidak mau karena berdasar kitab undang-undang perkawinan, apakah si istri
>tersebut berdosa ?
> Terima kasih atas fatwa pak Ustadz.
> Wassalamualaikum Wr. Wb.



Read more: http://penjagaquran.blogspot.com/2011/01/hukum-perceraian.html#ixzz1fsUW8iIH

yolanda 9 Desember 2012 pukul 20.56  

aslmkum..saya mau bertanya apakah ada pengaruh terhadap kerelaan seorang istri yang diceraikan suaminya, padahal si istri teresebut dalam keadaan tidak suci atau haid. sedangkan menurut KHI atau sabda Rasul perceraian itu tidak boleh..tapi hakm memberikan putusan talak yang dijatuhkan si suami pun jatuh.

Posting Komentar

 free web counter Counter Powered by  RedCounter

About this blog

Semoga media ini bisa menambah timbangan amalku di akhirat kelak, Amiin Ya Rabbal 'alamiin. kirimkan kritik dan saran ke alamat penjagaquran@gmail.com

Buletin Jum'at

Fatwa Rasulullah

Doa dan Dzikir Rasululah SAW

Biografi Tokoh

1 day 1 ayat

Arsip Blog

Download


ShoutMix chat widget
The Republic of Indonesian Blogger | Garuda di Dadaku