Jika seseorang berada di persimpangan jalan, dia pasti akan memilih salah satu di antara kedua jalan tersebut. Akan tetapi, katakan saja, karena pendatang atau orang asing, dia tidak punya petunjuk jalan yang harus dia tempuh agar mencapai tujuan. Dalam kondisi seperti itu, dia memerlukan informasi yang menunjukkan jalan yang harus dia tempuh, yaitu dari orang yang mengetahui jalan tersebut; pemerintah setempat.
Ketika dia menoleh ke sebelah kiri, terlihatlah jalan yang penuh dengan daya tarik yang sangat menggiurkan. Dia pun tergoda untuk mangambil jalan tersebut. Akan tetapi, setelah dia melihat informasi resmi dari pamerintah setempat di papan pengumuman, ternyata jalan tersebut tidak akan membawanya ke tujuan.
Sementara itu, jalan arah kanan terlihat menanjak dan terjal, namun menurut informasi di papan pengumuman, jalan itulah yang menuju tujuannya.
Sesulit dan sebahaya apapun jalan sebelah kanan, tidak membuat orang itu ragu untuk melewatinya karena jalan itulah yang akan membawanya sampai ke tujuan. Dia akan berhati-hati ketika berjalan agar tidak terpelest atau jatuh. Ketika terasa letih, dia akan berusaha menaklukannya dengan terus membayangkan tujuan akhir dari perjalanannya tersebut.
Sebaiknya, jika dia memilih jalan sebelah kiri yang dihiasi pemandangan indah, awalnya dia tidak merasa letih, namun di akhir perjalanan, dia akan menyesal karena telah memilih jalan yang salah. Jika masih ada kesempatan untuk kembali, pasti dia akan berusaha untuk kembali ke tempat semula, namun jika tidak ada, dia akan menyesal selamanya.
Setiap orang, sejak zaman dahulu sampai sekarang, memiliki keinginan yang sama, yaitu ingin bahagia, sehat, teman yang setia, kedudukan yang terhormat, harta yang berlimpah, dan keinginan lainnya. Untuk meraih keinginan tersebut, Allah memberikan kemampuan yang berbeda. Namun, karena perbedaan inilah, muncullah persaingan yang terkadang membuat orang lemah tertindas dan orang kuat semakin congkak.
Orang-orang yang memiliki rasa tanggung jawab, berupaya membuat aturan yang dapat dipatuhi semua pihak demi tercapainya kehidupan yang harmonis dan teratur. Akan tetapi, manusia tetaplah manusia dengan segala atribut keterbatasannya, aturan yang dibuatnya pun teramat terbatas.
Di samping tidak mungkin bisa diterapkan kepada semua pihak dengan latar belakang dan budaya yang berbeda, aturan tersebut tidak mungkin bisa bertahan sepanjang waktu. Ketika aturan produk makhluk serba terbatas itu diterapkan secara paksa kepada pihak tertentu, bukan saja menolak, mereka bahkan tidak mustahil akan memeranginya.
Melihat kenyataan ini, seorang hamba berceloteh, “Aturan yang saya buat sangat sulit dipraktikkan terhadap diri saya sendiri. Lalu, apakah mungkin aturan ini dapat diterapkan pada orang lain? Aturan yang disusun di keluarga saya sering dilanggar oleh anggota keluarga saya sendiri, apakah mungkin aturan tersebut dapat diterapkan di keluarga lain? Kalau begitu, aturan mana yang mesti dijadikan pegangan oleh setiap insan?”
Undang-undang suatu negara sering dilanggar oleh rakyatnya sendiri sejak undang-undang itu diterapkan karena para penyusunnya pun terkadang tidak mampu mematuhinya. Lalu, apakah patut kita mengatakan bahwa undang-undang tersebut bisa diterapkan di seluruh ruang dan waktu? Jika undang-undang di negeri kita ini saja disikapi berbeda oleh rakyatnya, undang-undang di negara lain pun tidak akan jauh berbeda.
Jika kenyataannya demikian, masihkah ada pihak yang mengklaim bahwa aturan produk manusia bisa diterapkan untuk semua pihak dan dipertahakan untuk setiap masa?
Kembalilah kepada Al Quran! Karena dustur ilahi tersebut adalah hudan (petunjuk) yang diturunkan oleh Penguasa dan Pencipta semesta alam, Yang Maha Mengetahui semua keperluan makhluknya.
Ya Allah, hamba menyadari bahwa keimanan hamba belum berwujud amal karena hamba masih sering melanggar atruran-Mu. Ini adalah semata-mata karena kotornya diri hamba.
Ya Allah, sungguh hamba termasuk orang yang zhalim.
Ketika dia menoleh ke sebelah kiri, terlihatlah jalan yang penuh dengan daya tarik yang sangat menggiurkan. Dia pun tergoda untuk mangambil jalan tersebut. Akan tetapi, setelah dia melihat informasi resmi dari pamerintah setempat di papan pengumuman, ternyata jalan tersebut tidak akan membawanya ke tujuan.
Sementara itu, jalan arah kanan terlihat menanjak dan terjal, namun menurut informasi di papan pengumuman, jalan itulah yang menuju tujuannya.
Sesulit dan sebahaya apapun jalan sebelah kanan, tidak membuat orang itu ragu untuk melewatinya karena jalan itulah yang akan membawanya sampai ke tujuan. Dia akan berhati-hati ketika berjalan agar tidak terpelest atau jatuh. Ketika terasa letih, dia akan berusaha menaklukannya dengan terus membayangkan tujuan akhir dari perjalanannya tersebut.
Sebaiknya, jika dia memilih jalan sebelah kiri yang dihiasi pemandangan indah, awalnya dia tidak merasa letih, namun di akhir perjalanan, dia akan menyesal karena telah memilih jalan yang salah. Jika masih ada kesempatan untuk kembali, pasti dia akan berusaha untuk kembali ke tempat semula, namun jika tidak ada, dia akan menyesal selamanya.
Setiap orang, sejak zaman dahulu sampai sekarang, memiliki keinginan yang sama, yaitu ingin bahagia, sehat, teman yang setia, kedudukan yang terhormat, harta yang berlimpah, dan keinginan lainnya. Untuk meraih keinginan tersebut, Allah memberikan kemampuan yang berbeda. Namun, karena perbedaan inilah, muncullah persaingan yang terkadang membuat orang lemah tertindas dan orang kuat semakin congkak.
Orang-orang yang memiliki rasa tanggung jawab, berupaya membuat aturan yang dapat dipatuhi semua pihak demi tercapainya kehidupan yang harmonis dan teratur. Akan tetapi, manusia tetaplah manusia dengan segala atribut keterbatasannya, aturan yang dibuatnya pun teramat terbatas.
Di samping tidak mungkin bisa diterapkan kepada semua pihak dengan latar belakang dan budaya yang berbeda, aturan tersebut tidak mungkin bisa bertahan sepanjang waktu. Ketika aturan produk makhluk serba terbatas itu diterapkan secara paksa kepada pihak tertentu, bukan saja menolak, mereka bahkan tidak mustahil akan memeranginya.
Melihat kenyataan ini, seorang hamba berceloteh, “Aturan yang saya buat sangat sulit dipraktikkan terhadap diri saya sendiri. Lalu, apakah mungkin aturan ini dapat diterapkan pada orang lain? Aturan yang disusun di keluarga saya sering dilanggar oleh anggota keluarga saya sendiri, apakah mungkin aturan tersebut dapat diterapkan di keluarga lain? Kalau begitu, aturan mana yang mesti dijadikan pegangan oleh setiap insan?”
Undang-undang suatu negara sering dilanggar oleh rakyatnya sendiri sejak undang-undang itu diterapkan karena para penyusunnya pun terkadang tidak mampu mematuhinya. Lalu, apakah patut kita mengatakan bahwa undang-undang tersebut bisa diterapkan di seluruh ruang dan waktu? Jika undang-undang di negeri kita ini saja disikapi berbeda oleh rakyatnya, undang-undang di negara lain pun tidak akan jauh berbeda.
Jika kenyataannya demikian, masihkah ada pihak yang mengklaim bahwa aturan produk manusia bisa diterapkan untuk semua pihak dan dipertahakan untuk setiap masa?
Kembalilah kepada Al Quran! Karena dustur ilahi tersebut adalah hudan (petunjuk) yang diturunkan oleh Penguasa dan Pencipta semesta alam, Yang Maha Mengetahui semua keperluan makhluknya.
لاَ اِلَهَ اِلاَّ اَنْتَ سُبْحَانَكَ اِنِّى كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِيْنَ
لاَ اِلَهَ اِلاَّ اَنْتَ
Ya Allah, hamba yakin bahwa, Tiada Tuhan selain Engkau. Tiada yang mengetahui akan kelemahan semua makhluk selain Engkau. Tiada yang berkuasa mengatasi persoalan seluruh makhluk selain Engkau. Tiada yang mengetahui akan keperluan hamba selain Engkau. Tiada aturan yang patut dijadikan pegangan bagi semua manusia selain aturan-Mu.لاَ اِلَهَ اِلاَّ اَنْتَ
Ya Allah, hamba menyadari bahwa keimanan hamba belum berwujud amal karena hamba masih sering melanggar atruran-Mu. Ini adalah semata-mata karena kotornya diri hamba.
سُبْحَانَكَ
Ya Allah, ketika hamba malanggar aturan-Mu, hamba yakin, Engkau selalu melihat semua perilaku hamba. Ya Allah, sungguh hamba tidak bermaksud mempermainkan-Mu apalagi menaentang-Mu, namun hal itu terjadi semata-mata karena kelalaian.Ya Allah, sungguh hamba termasuk orang yang zhalim.
نِّى كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِيْنَ
K epada siapa, ya Allah, hamba memohon perlindungan akibat kezhalimanini jika bukan kepada Engkau. Karena itu, kini hamba akan berupaya untuk menerima aturan-Mu sebagaimana mestinya. Berilah hamba kemudahan untuk menerima Al Qur`an sebagaimana mestinya
0 komentar:
Posting Komentar