Mendidik Anak

Benarlah kata Pak Salim A. Fillah di Tabligh Akbar UNDIP, kira-kira sebulan lalu, bahwa usia 2-7 tahun adalah masa paling sensitive seorang anak terhadap kata-kata. Pada fase ini, sangat terlarang menipu, dusta, dan mengakali anak.

“ah, tidak mungkin saya menipu anak sendiri..”
mungkin itu yang terlintas dalam pikiran anda. Saat itu saya juga berfikir demikian, namun contoh kecil yang diberikan Pak Salim cukup membuat saya tersipu. Kecil saja. Yaitu menyelinap ketika keluar rumah, agar anak tidak menangisi kepergian kita. Ya, saya pernah melakukannya. Tenang, bukan dengan anak sendiri tentunya, karna saya masih single, walaupun tidak available untuk saat ini..:). Dalam kasus ini, keponakan atau sepupu kecil saya yang kerap jadi korban.

Tugas utama orang tua pada fase ini, adalah memberi pengertian pada anak. Meskipun ia tampak tidak mengerti, sebenarnya saat itu ia sedang mencatat baik-baik. Pada awalnya si anak kemungkinan besar akan menangis. Dan jangan takut ketika anak menangis. Seharusnya anda merasa lega, karena anak anda bereaksi normal. Selanjutnya, Insya Allah ia akan paham. Dan tugas kedua kita adalah bersabar hingga ia paham.

Dalam hal perkataan, Beberapa kalimat terlarang yang kerap diucapkan orang tua diantaranya adalah
  1. Kalimat vonis
Contohnya adalah “Tuh kan,,ibu bilang juga apa,,”
Yang no.1 ini, saya juga sering melakukannya,, dalam kasus ini, tentunya kata ‘ibu’ diganti ‘aku’, karena sekali lagi,,saya masih single. Adik-adik saya yang kerap kali jadi korban, karena jarak umur kami yang cukup jauh.
Kalimat-kalimat seperti ini akan membuat anak terbiasa merasa bersalah. Bersabarlah dalam menahan lisan kita agar tidak mengeluarkan kata-kata merasa benar dan merasa menang. Mengajak dan membantu mereka untuk langsung bertanggungjawab tentunya jauh lebih baik.

2. Kalimat mengkambinghitamkan sesuatu
Ketika anak kita tersandung batu, maka spontan kita akan mengatakan, “cup,,cup,,jangan nangis,,dasar batunya nakal,,”.
Ah, apa masalahnya kalimat tersebut,,?toh si batu juga ga akan komplen disalah-salahin..

Boleh saja Anda tidak merasa bersalah, tapi kelak ketika si anak beranjak dewasa, jangan salahkan batu untuk kedua kalinya atas sikap anak anda yang selalu menyalahkan orang lain, menghindari masalah dan tidak mau mengevaluasi diri.
Untuk yang no.2 ini, saya korbannya. Dulu, sebelum mengenal Allah dengan baik dan benar, seringkali ketika ditimpa masalah, saya langsung membuat list orang-orang yang bertanggung jawab atas kejadian buruk yang saya alami, dan menyiapkan rencana balas dendam terbaik.
Yang terakhir barusan, saya rasa sinetron juga ikut bertanggung jawab, karena waktu kecil tontonan saya adalah sinetron yang isinya orang-orang jahat yang hobbinya balas dendam. Tuh kan,,belum-belum saya udah nyalahin sesuatu lagi,,:D.

Alhamdulillah Allah memberi saya kemudahan untuk mengalihkan  kelakuan buruk saya ini jadi bakat. Keahlian saya mencari-cari kesalahan orang lain sangat pas untuk posisi litbang, yang tugas utamanya adalah evaluasi. Hehehe,,
Tapi tetep,,don’t try those at your child ya,,:D
Memberi kalimat solusi tentunya lebih tepat, misalnya, “lain kali lebih hati-hati ya,,”dengan penuh senyum tentunya,,

3. Kalimat sok menegarkan
“ga papa, jangan nangis,,”
Kalimat ini akan membuat anak untuk terbiasa tidak jujur terhadap perasaannya, dan menjadikan ia sosok kaku, tidak peka terhadap perasaan orang lain. Walaupun biasanya sosok seperti ini digemari banyak perempuan, (cool getoo,,) namun akan sangat tragis jika kelak ketika kita tua,, mengeluh akan tubuh renta kita, maka anak kita hanya menanggapi dengan, “ga papa bu, ga usah banyak mengeluh, toh apa yang ibu alami umum dialami orang tua yang lain. Tandanya ibu sudah harus memperbanyak ibadah..”sengak, tanpa empati, dan menyebalkan bukan,,?
dalam suatu training kemuslimahan, salah seorang sahabat memberi solusi. Kenalkan anak pada kalimat empati,,”sakit ya nak,,?kita obatin yuk,,”

4. Kalimat (terlalu) khawatir
“nanti jatuh loh,,,”
Pernah denger lagunya Bang Haji yang judulnya “keramat”..?ya, itulah kata-kata seorang ibu. Keramat. Sekali terucap, maka kemungkinan yang diucapkan akan terjadi adalah diatas 90%. Jadi, jika kalimat yang diatas terucap, maka 90% kemungkinanya anak anda akan jatuh beneran, dan biasanya kalau sudah begitu, maka akan terucap kalimat no.1. yang saya paparkan di awal.

Berkata baik atau diam, itu solusi langsung dari Rasulullah, yang saya rasa paling tepat untuk kasus ini. Dalam contoh kekinian, pak salim menceritakan potret indah ketika ia mendapati putrinya yang kanak-kanak telah memanjat sampai bagian paling atas pagar. Pak Salim, sebagaimana ayah yang lain, Khawatir luar biasa ketika putrinya sedang berada dalam ketinggian yang tidak biasa. SubhanAllah, Maha Suci Allah yang menggiring lisan beliau untuk mengucap kata-kata terbaik dalam mengungkapkan kekhawatirannya. Alih-alih mengucapkan, “adek, turun sekarang juga, nanti jatuh loh,,”beliau berkata, “Ayo nak, kamu sudah sukses naik keatas, sekarang sukseskan dirimu untuk turun kebawah!”
:D

Memang, untuk urusan semacam ini, saya harus mengaku kalah dengan ikhwan, yang seringkali lebih jenius dalam menahan emosi,,kalau saya yang ada dalam posisi seperti itu,,pasti sudah ribut tulung-tulung,,

Potret lain yang diceritakan pak salim ketika itu, adalah ketika Rasulullah SAW sedang sujud, kemudian cucu beliau husein, menaiki punggungnya. Rasulullah membiarkan, sampai Husein puas bermain, baru kemudian melanjutkan sholat. Disini, terbukti sifat kasih sayang dan penyabar beliau. Namun ternyata kisah ini tidak selesai sampai disini. Ketika dewasa, husein mendapatkan gelar ahli sujud. Dan yang membuat husein begitu menyukai sujud adalah, karena sejak kecil ia sudah punya mindset bahwa sujud itu menyenangkan dan mengasyikkan, bisa di buat kuda-kudaan,,:)

Potret tersebut pula yang melatarbelakangi saya membagi artikel ini. Tadi, ketika saya agak kesulitan  tadabbur karna suara tv yang cukup keras, saya membaca arti ayat qur’an dengan bersuara, tidak dalam hati seperti biasa. Saat itu juga Allah mengingatkan saya akan memori masa kecil saya, saat kakek saya sering membaca Qur’an berikut artinya dengan suara jahr, setiap selesai sholat lima waktu. Ternyata sejak kecil telinga saya sudah dibiasakan tadabbur, walaupun kadang saya mendengarkanya sambil bermain. Saat itu, saya memang belum paham apa yang dibacakan kakek, tapi otak saya merekam baik-baik. Saya baru saja menemukan jawaban, kenapa kadang tadabbur saya rasakan seperti reuni terhadap ayat-ayat Allah, padahal membiasakan membaca Qur’an dengan tadabbur belum lama saya lakukan. Dan semoga kecintaan terhadap ayat-ayat Allah yang diwariskan kakek bisa istiqomah saya jaga, hingga akhirnya saya wariskan ke generasi yang saya lahirkan kelak,,
Aamiin Ya Rabb,,

_Just share dari FB seorang teman... _

0 komentar:

Posting Komentar

 free web counter Counter Powered by  RedCounter

About this blog

Semoga media ini bisa menambah timbangan amalku di akhirat kelak, Amiin Ya Rabbal 'alamiin. kirimkan kritik dan saran ke alamat penjagaquran@gmail.com

Buletin Jum'at

Fatwa Rasulullah

Doa dan Dzikir Rasululah SAW

Biografi Tokoh

1 day 1 ayat

Arsip Blog

Download


ShoutMix chat widget
The Republic of Indonesian Blogger | Garuda di Dadaku