assalamu'alaikum apakah diperbolehkan bila seorang ikhwan meng-khitbah [melamar?] seorang akhwat tetapi dengan niat akan menikahinya dalam waktu yang cukup lama (1-2 tahun)kemudian ? Selama itu keduanya tetap menjaga akhlaq-akhlaq pergaulan dengan baik. Jawaban. Sebetulnya melamar, atau dalam bahasa fiqhnya khitbat, adalah bentuk konkret dari niatan seseorang untuk menikahi calon istrinya. Mungkin juga bisa dikatakan satu pernyataan tegas [keseriusan] cinta seseorang. Kenapa kami berpendapat seperti itu? Kita harus memahami fenomena khitbat ini dalam konteks zamannya. Pertama, dulu, ketika fiqh dikonstruksikan masih belum dikenal istilah atau lembaga pacaran atau pendekatan yang vulgar seperti. Akibatnya, khitbat tidak ubahnya seperti pernyataan [niatan] serius tentang adanya ikatan khusus antara seorang laki-laki dari perempuan. Kedua, khitbat tidak melahirkan akibat hukum, walaupun orang-orang yang terikat dengan khitbat tersebut sebetulnya sudah dituntut sejumlah tanggungjawab moral, seperti jangan menerima pinangan orang lain, artinya jangan menduakan "cinta", harus ada saling tenggang rasa. Tetapi jika orang yang terikat dengan khitbat berniat untuk memutuskan ikatan khitbatnya, tentunya tidak sepihak, seperti lazimnya orang putus pacaran, maka semuanya bisa saja terjadi; tidak apa-apa; dan itu tidak dilarang. Prosedurnya sederhana. Berapa lama batas waktu untuk berlakunya khitbat? Sepanjang kita mampu mempertahankannya. Tetapi ingat, semakin lama khitbat, maka semakin besar kemungkinan tantangannya. Oleh sebab itu, tidak ada halangan jika khitbat sampai berlarut-larut. Awas, jangan sampai kesamber orang. Nanti gawat. Tetapi jika khitbat itu diniatkan untuk proses pendekatan yang lebih formal atau "quasi-formal" untuk saling memahami, juga tidak apa-apa. Yang dilarang itu adalah melanggar batas-batas pergaulan bebas yang sudah ditentukan oleh agama. Semoga bermanfaat.
0 komentar:
Posting Komentar