Kemenangan yang tak mungkin


Sekitar 14 abad yang lalu ummat islam penrah menjadi bangsa yang sangat di kagumi, bangsa superior, yang dari rahimnya lahir soerang pemikir – pemikir besar seperti Al-Ghozali, yang dari tiupan rohnya menhalir tokoh pemimpin peradaban, pemimpin dan guru besar  dibidang ilmu pengetahuan khususnya kedokteran. Dialah ibnu sina, bahkan bangsa baratpun sangat menghargai dan mengagumi para tokoh islam tersebut, Ibnu Sina misalnya, oleh bangsa barat bahkan diberikan nama tersendiri Avicena, sebuah penghargaan yang tidak semua bangsa memilikinya, karena kebanyakan bangsa barat sangat gencar untuk memusuhi islam, tapi dalam hal ini mereka sangat objektif, bukan hanya itu saja mereka juga menamakan kawah yang ada di bulan dengan menggunakan tokoh islam tersebut, kawah tersebut diberi nama Avicenna Carter.

Memang begitulah para pendahulu kita memberikan contoh dan teladan kepada kita, dengan ketekunan, kerjakeras dan do’a mereka berhasil mengangkat panji islam dan menancapkan tiangnya di ujung dunia ini mereka berhasil membuat bangsa terkagum – kagum. Mereka menggunakan seluruh kehidupan mereka untuk mrngabdi kepada Allah SWT, bukan pada dunia, bukan pada manusia dan bukan pada diri mereka sendiri, mereka lebih memilih mengabdi kepada Dzat yang maha kuasa atas segala sesuatu, yaitu Allah SWT.

Kemudian apa yang saa\lah dalam masa sekarang ini? Semua serba mudah, semua yang kita butuhkan sudah semakin memanjakan kita, sarana untuk belajar sangat banyak dan mudah, bahkan hanya dengan duduk manis sambil menikmati kopi hangat serta memakai selimut kuning tebal kita bisa mengetahui keadaan yang ada di dunia ini. Segala kemudahan ini sebenarnya berbanding lurus dengan tingkat kecerdasan kita dan kreatifitas kita. Tetapi anehnya malah terbalik, semakin mudah maka semakin tumpul, semakin nyaman maka semakin mandul, semakin enak maka semakin kebablasan, apa yang salah?

Ada baiknya kita melihat tokoh – tokoh islam terdahulu, Ibnu sina, Ibnu Rusyd, Al-Ghozali, dll. Dengan kondisi yang minim mereka bisa berkarya, dengan kondisi yang nyaris binasa mereka bisa meraih kemenangan. Tengoklah kisah Ibn Taimiyah yang adadi penjara, saat para penjaga merampas alat tulisnya beliau tidak putus asa, apa yang beliau lakukan? Beliau tetap menulis, menulis di mana? Menulis di dinding – dinding penjara dengan menggunakan alat seadanya, menulis dengan menggunakan kerikil yang di gopreskan ke dinding penjara. Itulah semqangat mereka, bisa berkarya ketika kehidupan semakin mendung, ketika kegelapan menyelimuti hari – hari mereka. Lalu bagaimana dengan kita? (avicennaalrasyid)

0 komentar:

Posting Komentar

 free web counter Counter Powered by  RedCounter

About this blog

Semoga media ini bisa menambah timbangan amalku di akhirat kelak, Amiin Ya Rabbal 'alamiin. kirimkan kritik dan saran ke alamat penjagaquran@gmail.com

Buletin Jum'at

Fatwa Rasulullah

Doa dan Dzikir Rasululah SAW

Biografi Tokoh

1 day 1 ayat

Arsip Blog

Download


ShoutMix chat widget
The Republic of Indonesian Blogger | Garuda di Dadaku