Bukan aku!


Cinta yang belum terungkap itu
 lebih menyakitkan daripada sayatan sebilah pedang
(Avicennaalrasyid)

Di hadapanku berdiri sesosok pria tegar dan berwibawa, rambutnya lurus, dagunya penuh dengan jenggot dan bibirnya tersenyum dengan lebar. Sungguh sangat menawan. Jauh di lubuk bayangku, aku ingin bisa menjadi seperti dia. Saat dia berucap dan memberi nasehat pada teman – temannya, sungguh sangat mempesona. Gaya bicaranya mudah di cerna, tidak terlalu banyak kata – kata yang sulit untuk di mengerti, dan dia mempunyai banyak teman dari manapun, mulai dari perkumpulan antar kota sampai pergerakan dakwah. Dia sangat memegang teguh prinsip hidupnya. Tidak sembarangan bergaul dengan wanita dan merekapun (para wanita) sangat segan kepadanya, segan untuk mecandainya, segan untuk berduaan melalui pesan singkat, apalagi berniat untuk mempermainkannya, sepertinya sulit atau malah tidak mungkin.

Pernah suatu ketika dia di ajak untuk ‘curhat’ dan ngobrol kesana kemari dengan seorang cewe, tapi dia menolak dengan keras ajakan itu, meskipun akhirnya cewe itu membencinya, tapi menurut dia itu lebih baik daripada melayani curhatnya yang ngelantur. Menurut dia, awalnya memang curhat, katanya sih urusan yang penting, tapi lama kelamaan akan ketagihan. Dia sangat takut jika pada suatu saat, dia terperangkap dengan keadaan itu dan sangat sulit untuk melepaskan diri darinya. Jatuh atau lebih tepatnya menjatuhkan diri dengan sukarela kedalam jalinan cinta yang tidak tahu ujungpangkalnya. Singkatnya, dia dulu adalah sosok ikhwan yang aku kagumi dan di senangi banyak orang, dikagumi oleh temannya sesama ikhwan karena prinsip hidupnya, di jadikan teladan dan idaman bagi akhwat karena tingkahnya dalam menjaga pandangan, dan dijadikan sebagai acuan dalam bertingkah, karena menurut mereka dia adalah orang yang pantas untuk mendapatkan hal itu.

Aku menjadi sedih jika mengenang hal indah itu, karena aku baru sadar bahwa pria yang ada di hadapanku sekarang adalah aku. Aku yang berada di hadapan cermin besar yang memantulkan bayangan sosok aku yang dahulu, aku yang dahulu sangat memegang prinsip hidup, aku yang menancapkan bendera perang terhadap pergaulan dengan lawan jenis yang tidak etis, dan aku yang sangat anti dengan hal – hal yang melankolis dan cengeng!. Tapi semua itu adalah cerita indah dahulu yang sudah terlanjur di bingkai dengan waktu. Aku juga bingung dengan aku, aku rindu dengan aku yang dahulu.

Aku berubah total saat aku menemukan pendamping hidup yang aku cari selama ini, atau lebih tepatnya menemukan sosok akhwat yang tepat untuk dijadikan pendaming hidup. Ada semacam ketagihan yang tidak bisa terbendung, ada rindu yang menggelora dan ada cinta yang belum sempat terucap. Cinta yang belum terungkap itu lebih menyakitkan daripada penyiksaan fisik. Tapi aneh, harusnya aku sadar jika ini adalah ujian, harusnya aku segera bangkit dari tidur panjangku, tapi malah sebaliknya, aku telanjur jatuh ke dalam ikatan perasaan ini.

Keadaan ini terlalu rumit untuk diungkapkan, disisi lain aku juga memikirkan apa anggapan orang jika mereka tahu bahwa aku ternyata sudah terjerat oleh perasaan cinta yang prematur, cinta yang selama ini aku lawan keberadaannya, cinta yang selama ini aku benci, baik hakikat cinta prematur itu sendiri yang terkadang berdalih dengan sarana untuk saling kenal, atau benci terhadap para pelakunya. Apa kata mereka jika ternyata secara diam – diam aku juga sudah terjerat dengan tipu daya ini?

Memang perasaan ini masih ada di dalam hati dan belum terungkap, tapi tetap saja ini sebuah aib yang menyakitkan. Bukankah cinta yang tidak sempat terucap itu adalah sebuah penyiksaan yang pedih? Tapi itulah kenyataannya, dalam dan sangat dalam aku terperosok dalam jurang itu. Aku malu pada diriku sendiri jika tidak bisa keluar dari cobaan terbesar hidupku ini. Malu kepada mereka yang sering minta nasehat kepadaku tentang permasalahan hidupnya. Tapi inilah aku, aku tetaplah aku dan tidak pernah bisa menjadi kau, dan kau tidak pernah bisa menjadi aku, karena kita berbeda, terlalu rumit untuk di tiru.

Andaikan saja kau tahu perasaan ini, setidaknya kau akan mengenangku di salah satu sudut bayangmu. Andaikan saja perasaan ini sudah tidak prematur dan sudah halal, bahagianya hati ini, sudah tak mampu lagi aku mengatakan dan membayangkan hal itu, kerena itulah yang selalu ada di bayanganku, bersanding bersamamu dan mengikat janji bersama dengan ikatan perkawinan yang suci. Tapi… perasaan itu juga di hadang dan aku disadarkan oleh diriku sendiri. Bahwa kau masih belum menjadi apa – apaku, kau masih haram untuk aku miliki, jangankan untuk berduaan, membayangkan saja masih sangat dilarang. Aku tahu itu, secara teoritis memang sangat paham, tapi kenapa prakteknya sangat sulit. Sangat sulit untuk menjaga hati kepadamu duhai dambaan hatiku. Itu jika engkau pada akhirnya menjadi pendamping hidupku, tapi kalau tidak, apa yang akan terjadi denganku? Ah… tak bisa kubayangkan apa yang akan terjadi denganku.

Aku menjadi asing dengan diriku sendiri, aku berubah dengan drastis, menjadi melankolis, ketergantungan, lembek dan lebay (bahasanya ermi). Sungguh sangat memalukan. Aku dapati diriku tunduk di bawah kekuatan hawa nafsu yang menggunakan nama cinta. Yang jelas, aku tidak bisa mengendalikan diriku lagi. Bertindak dengan menggunakan perasaan, dan yang lebih menyedihkan lagi, perasaan itu sudah bukan milikku lagi, bukan milikku yang dahulu. Perasaan itu sudah tercampur dengan ego darimu.

Aku rindu, sangat rindu dengan diriku yang dahulu. Rindu dengan sikap tegasku, rindu dengan karakterku. Tapi aku juga sangat ingin bersama denganmu, tanpa merubah sedikitpun aku yang dahulu. Aku bukan kau dan kau bukan aku, itu adalah fakta yang menarik yang tidak bisa kita ingkari. Yang terjadi sekarang adalah, apakah kita bisa saling menerima dengan aku yang aku dan kau yang kau? Aku dengan segala aku dan kau dengan sagala kau, tanpa merubah sesuatu yang tidak kita sukai. Tanpa menghilangkan karakter kita. sulit memang tapi bisa.

Ya Rabbi, aku tahu aku bersalah , mohon ampunilah aku. Ampuni aku yang belum bisa menjaga hati dengannya, meskipun dia tidak tahu, tapi Engkau maha tahu. Meskipun dia tidak bisa mengerti aku, tapi Engkau bisa mengerti aku. Ya Allah Rabbi, Engkaulah harapan satu – satunya untukku, Engkaulah yang memiliki kekuatan itu, kekuatan yang akan aku gunakan untuk menjadi perisai hati dari serangan nafsu syetan yang terlaknat. Duhai ukhti…. Takkkan aku biarkan cintaku padamu diperdaya oleh syetan, duhai ukhti, maafkan jika aku tidak bisa menjaga hati padamu. Rasa ini akan aku simpan dan aku rawat dengan izin Allah SWT hingga kita dipersatukkan dalam ikatan pernikahan, menjadi pengantin di dunia dan menjadi keluarga di syurga, sebagai balasan-Nya karena sekarang kita berusaha menahan perasaan itu, menahan perasaan dan hawa nafsu yang lebih dahsyat dari perang badar, bergemuruh di dalam hatiku, menggelora di setiap inci tubuhmu. Yakinlah saat itu pasti akan tiba, insya Allah.

Avicennaalrasyid 17 mei 2009. 22.00

0 komentar:

Posting Komentar

 free web counter Counter Powered by  RedCounter

About this blog

Semoga media ini bisa menambah timbangan amalku di akhirat kelak, Amiin Ya Rabbal 'alamiin. kirimkan kritik dan saran ke alamat penjagaquran@gmail.com

Buletin Jum'at

Fatwa Rasulullah

Doa dan Dzikir Rasululah SAW

Biografi Tokoh

1 day 1 ayat

Arsip Blog

Download


ShoutMix chat widget
The Republic of Indonesian Blogger | Garuda di Dadaku