Tiba – tiba dalam sendiriku, aku tersenyum sendiri. Tersenyum dengan gambaran kehidupan yang indah, kehidupan yang semakin lengkap, lengkap karena sesuatu yang aku cari selama ini sudah aku temukan. Bayangan itu terus hadir menemani kesendirianku. Bayangan yang menampilkan sejuta momen indah dan aku yakin itu adalah sebuah anugerah. Di dalam bayangan itu, terlihat dengan jelas siapa sosok wanita itu. Wanita yang menjadi sayap kiriku yang dengannnya lengkap sudah Kedua sayapku, terbang bebas menembus waktu. Seorang wanita pilihan yang bersedia menjalin kehidupan bersama denganku, berbagi kesenangan bersama, dan memikul sempitnya kehidupan yang di jalani.
Ah… lamunanku menjadi kacau dan tak menentu. Menjadi semakin tak tentu dan berserakan di dalam otakku, bayangan itu berubah menjadi mozaic kehidupan yang sulit diprediksi. Meskipun aku sudah memikirkan dan berusaha untuk memecahkannya, tapi sangat sulit untuk di cerna. Kadang sangat jelas dan terang. Tapi karena terlalu jelas dan terangnnya itu malah menjadi sulit untuk di baca. Namun ada kalanya sangat suram dan hitam, dan anehnya hitam dan suram itu malah bisa aku liat dengan jelas. Ada korelasi yang terbalik di sini. Hukum sebab akibat ternyata tidak berlaku banyak kepada orang yang sedang merasakan indahnya cinta.
Para pujangga mengatakan, tidak ada sesuatu yang lebih menyenangkan dan indah daripada bertemunya dua hati yang sedang memadu kasih. Jika aku pikir – pikir memang benar. Bagaimana tidak menyenangkan, karena hati yang terpisah dan mempunyai karekter yang berbeda itu akhirnya bertemu menjadi satu bagian kehidupan yang harmonis, saling melengkapi satu sama lain. Indah itu menjadi titik temu antara jiwa yang bergelora dengan sejuta mantranya. Mantra yang bisa mengubah api yang panas menjadi dingin, dinginnnya es menjadi hangatnya sinar mentari dan pahitnya bencana menjadi manisnya anugerah. Itulah cinta, cinta dengan syarat dan ketentuan yang di berlakukan. Cinta dengan syarat bahwa Kedua jiwa itu di ikat dengan tali pernikahan yang sangat erat. Cinta dengan ketentuan yang di bangun di atas rasa tanggung jawab di antara keduanya. Cinta yang disemayamkan di Kedua hati untuk bertasbih kepada Allah SWT.
Dan menjadi sebuah kaidah yang belum bisa aku rasakan, bahwa cinta yang aku rasakan bisa mengubah pahitnya bencana dan cobaan menjadi semanis anugerah. Ada ruang kosong yang belum terisi dengan kaidah besar cinta itu, ketentuan yang belum aku dapatkan, tapi aku yakin dengan hal itu, bahwa suatu saat aku juga akan memenuhi ketentuan dari cinta itu. Setelah mozaic itu sudah dapat aku pecahkan, sekarang ada sesuat yang lebih menegangkan lagi antaa menunda, menyegerakan dan tergesa – gesa. Aku yakin semua mengatakan bahwa ketiga hal itu tidak ada hubungannya sama sekali, bahkan cenderung untuk bertolak belakang. Tapi bisa kita hubungkan dengan mantra yang bernama cinta. Menunda, menyegerakan dan tergesa – gesa. Jika di ramu dengan resep cinta, maka akan menjadi, Aku menyegerakan karena menunda dan karena menyegerakan sangat berbeda dengan ketergesa – gesa an.
Jangan kau bilang kepadaku bahwa aku adalah orang yang tidak bisa mempertanggungjawabkan apa yang sedang aku rasakan, itu salah. Jangan ku menanggap bahwa penundaan itu karena aku lemah, itu kurang tepat. Dan jangan kau katakan bahwa aku tidak menyegerakan agar kita bisa terikat satu sama lain, itu juga kurang tepat. Ada bayak cerita yang tidak bisa aku ungkapkan sekarang, masih tersegel di dalam sudut otakku dan baru terbuka bila kita sudah terikat.
Yang aku lakukan sekarang adalah menyegerakan dengan cara menunda. Menunda karena keadaan belum memungkinkan, menunda karena aku tidak ingin kau merasakan derita yang aku rasakan, aku ingin kau merasakan sesuatu yang menyenangkan, bersih, tanpa ada duka. Biarlah aku tanggung dahulu beban kehidupan ini. Aku tidak ingin membawamu kedalam kanvas kehidupanku yang masih hitam pekat dan belum terisi dengan lukisan yang indah. Yang aku lakukan sekarang adalah ingin menata hidupku untukmu, hingga pada suatu saat di mana kita berikrar untuk selalu setia, kau akan mendapati ketenangan di dalamnya. Aku tidak tega untuk menyeretmu ke dalam suramnya kanvas itu. Jika aku lakukan, maka aku termasuk golongan orang yang tergesa – gesa. Tergesa – gesa karena terlalu ingin cepat menyatu, tapi hakikatnya itu adalah sebuah bencana yang dipercepat.
Meskipun kadang kau mengira bahwa aku menunda dan tak bis bertanggungjawab atas itu semua, tidak mengapa. Suatu saat kau juga akan mengerti bahwa apa yang aku lakukan adalah menyegerakan bukan menunda, dan menyegerakan itu sangat berbeda dengan tegesa – gesa. Menyegerakan karena ada keinginan yang mulia untuk memberikan yang terbaik untukkmu, -meskipun kau kadang salah mengerti- sedangkan tergesa – gesa itu di awal memberikan kesan yang baik tpi di akhirnya sangat menyakitkan. Tergesa – gesa kadang dimaknai menjadi menyegerakan, padahal tidak demikian. Mungkin tergesa – gesa terlihat lebih cepat tapi menyegerakan itu lebih cepat. Tergesa – gesa itu jika aku menerjang badai kehidupan ini untuk menyambut seruan cinta tapi tanpa bekal, sedangkan menyegerakan itu membawa bekal yang memadai. Dan aku memilih untuk menyegerakan dengan cara menunda. Menunda untuk mencari bekal itu, menunda untuk memberi yang terbaik untukmu, dan menunda untuk menyegerakan ikatan itu. Semoga suatu saat engkau bisa mengerti bahwa aku menunda karena menyegerakan dan tidak tergesa – gesa dengan menyegerakan. Semoga Allah SWT menguatkan perasaan cinta atasmu dan menguatkan cintamu atasku. Amiin. (avicennaalrasyid)
Semarang, 16 juni 2009. 06.25
0 komentar:
Posting Komentar