Pertanyaan:
Apakah puasa sunnah 6 hari di bulan Syawal harus dilakukan secara langsung setelah ‘iedul fitri atau tidak ? Apakah harus berturut turut atau tidak ?
Jawaban :
Yang demikian tidak harus dilakukan secara langsung setelah ‘ied, boleh dilakukan 2 atau 3 hari setelahnya. Demikian juga tidak harus berturut-turut, boleh dilakukan secara terpisah, yang demikian sesuai kemudahan tiap-tiap muslim dalam melakukannya. (Fatwa Lajnah Da’imah no. 3475 ,Ketua Lajnah Syaikh bin Baz)
Pertanyaan:
Istriku hamil di bulan Ramadhan. Aku juga mengeluarkan zakat untuk janinnya . Qodarullah, beberapa hari setelah ‘ied istriku melahirkan bayi kembar 2, apakah aku wajib untuk mengeluarkan zakat untuk janin yang kedua ?
Jawaban:
Tidak wajib bagimu untuk mengeluarkan zakat pada janin yang kedua yang sebelumnya engkau hanya mengeluarkan zakat untuk satu janin ( Fatwa Lajnah Da’imah no.10816, Ketua Lajnah Syaikh bin Baz)
(Diterjemahkan oleh Al Ustadz Abu ‘Isa Nurwahid dari Fataawa Lajnah ad Da’imah, Syarhul Mumthi’ Ibnu Utsaimin, Fataawa wa Rasaail Ibnu Utsaimin, dan Majmu’Fataawa Syaikh Shalih Fauzan)
Bid’ah Hari Raya Ketupat di Bulan Syawal- Hari Raya Al Abrar
Di antara perkara yang diada-adakan (bid’ah) pada bulan Syawwal adalah bid’ah hari raya Al Abrar (orang-orang baik) (atau dikenal dengan hari raya Ketupat.pent.), yaitu hari kedelapan Syawwal.
Setelah orang-orang menyelesaikan puasa bulan Ramadhan dan mereka berbuka pada hari pertama bulan Syawwal -yaitu hari raya (iedul) fitri- mereka mulai berpuasa enam hari pertama dari bulan Syawwal dan pada hari kedelapan mereka membuat hari raya yang mereka namakan iedul abrar (biasanya dikenal dengan hari raya Ketupat. Pent )
Syaikhul Islam lbnu Taimiyah Rahimahullah- berkata: “adapun membuat musim tertentu selain musim yang disyariatkan seperti sebagian malam bulan Rabi’ul Awwal yang disebut malam maulid, atau sebagian malam bulan Rajab, tanggal 18 Dzulhijjah, Jum’at pertama bulan Rajab, atau tanggal 8 Syawwal yang orang-orang jahil menamakannya dengan hari raya Al Abrar ( hari raya Ketupat) ; maka itu semua adalah bid’ah yang tidak disunnahkan dan tidak dilakukan oleh para salaf. Wallahu Subhanahu wata’ala a’1am.
Peringatan hari raya ini biasanya dilakukan di salah satu masjid yang terkenal, para wanitapun berikhtilat (bercampur) dengan laki-laki, mereka bersalam-salaman dan mengucapkan lafadz-lafadz jahiliyyah tatkala berjabatan tangan, kemudian mereka pergi ke tempat dibuatnya sebagian makanan khusus untuk perayaan itu. (lihat : As Sunan wal mubtadi’at al muta’alliqah bil adzkar wassholawat karya Muhammad bin Abdis Salam As Syaqiriy hal. 166)
(Kitab Al Bida’ Al Hauliyyah karya : Abdullah bin Abdul Aziz At tuwaijiry. Cet. I Darul Fadhilah Riyadh, Hal. 350. Penterjemah : Muhammad Ar Rifa’i)
Hari kedelapan dari syawwal ini orang umum menamakannya sebagai Iedul Abrar (hari raya orang yang baik) yaitu orang-orang yang telah puasa enam hari syawwal. Namun hal ini adalah bid’ah. Maka hari ke delapan ini bukanlah sebagai hari raya, bukan untuk orang baik (abrar) dan bukan pula bagi orang jahat (Fujjar).
Sesungguhnya ucapan mereka (yaitu iedul abrar) mengandung konskwensi bahwa orang yang tidak puasa enam hari dari syawwal maka bukan termasuk orang baik, demikian ini adalah keliru. Karena orang yang telah menunaikan kewajibannya maka dia, tanpa diragukan adalah orang yang baik walaupun tentunya sebagian orang kebaikannya ada yang lebih sempurna dari yang lain. (Syarhul Mumti’ Karya As Syaikh Ibnu Utsaimin jilid 6 bab shaum Tathawwu’)
0 komentar:
Posting Komentar