Tanya :
Dalam buku Shifat Shalat Nabi, karya Syekh Muhammad Nashiruddin al – Albani saya mendapati banyak risalah dari buku tersebut. Permasalahanyya, terdapat banyak perbedaan dari yang selama ini saya jalani. Antara lain :
1. Hukum wajib atau tidak makmum membaca al – fatihah ketika imam membaca ayat al – Qur`an dijabarkan ?
2. Hukum membaca doa yang terdapat dalam al –Qur`an ketika ruku dan sujud ?
3. Menggerakan jari telunjuk ketika duduk tasyahud sampai dengan salam ?
Jawab :
Buku Shifat Shalat Nabi adalah buku yang berisi penjelasan tentang shalat dan disusun oleh Syekh Muhammad Nashiruddin al – Albani rahimahullah. Semasa hidupnya, beliau pernah mengajar di Universitas Islam Madinah al – Munawwarah, dan belakangan bermukim dan mengajarkan hadist di suriah. Syekh Albani, demikian beliau biasa disebut, adalah seorang ulama hadist ( muhaddits ) kontempore yang berbagai komentar dan penjelasannya tentang hadits diterima baik oleh para ulama dunia.
Adapun mengenai beberapa pertanyaan anda, dapat kami jelaskan sebagai berikut :
1.Persoalan makmum membaca al – Fatihah di belakangi imam yang membaca jahr ( keras ) memang di perselisihkan dalam fiqh. Sebagian mengharuskannya. Sebagian lagi menyatakan, makmum tidak boleh membacanya ketika imam membaca jabr. Pendapat kedua inilah yang insya Allah lebih kuat dan lebih jelas dalilnya, sebagaimana pernah kami jelaskan dalam rubrik ini. Dalil – dalilnya terdapat dalam berbagai kitab hadist, dan dikutib juga oleh buku Shifat Shalat Nabi. Ringkasannya , Rosulullah SAW memang pernah membolehkan makmum untuk membaca al – Fatihah dibelakang imam yang jahr ( HR. Abu Dawud, Ahmad dan dihasankan oleh Tirmidzi dan Daraquthni). Belakangan beliau melarangnya dalam hadits riwayat Malik, Al- Humaidi, Bukhari, Abu Dawud, al- Mahamili, dan lainnya. Inilah yang disebut nasikh ( ketentuan hukum kemudian yang menghapuskan ketentuan sebelumnya).
Dalam hadits lain ditegaskan pula, “ sesungguhnya imam itu dijadikan hanya untuk diikuti. Maka apabila ia bertakbir, maka bertakbirlah. Dan jika ia membaca, maka dengarkanlah, “ ( HR. Ibnu Abi Syaihah, Abu Dawud, Muslim, dan lainnya ). Juga dalam hadits lain, disebutkan : “ Barang siapa yang mempunyai imam, maka bacaan imam adalah bacaan baginnya .” ( HR. Ibnu Abi Syaihah, Daraquthni, Ibnu Majah dan Ahmad ).
Jika kita menarik hikmah dari ketentuan hukum ini, nyatalah bahwa dengan mendengarkan bacaan imam, baik al – Fatihah maupun bacaan surah lainnya, hal itu lebih mendekatkan kita pada khusyuk dan konsentrasi dalam mendengarkan, memahami dan merasakan firman Allah SWT. Berbeda ketika kita ikut membacanya.
Hal ini juga tidak bertentangan dengan kententuan bahwa al – Fatihah merupakan rukun shalat. Sebab, sebagaimana disebutkan dalam hadits diatas, bacaan al – Fatihah dari imam yang membacanya.
Hal ini juga tidak bertentangan dengan ketentuan bahwa al – Fatihah merupakan rukun shalat. Sebab, sebagaimana disebutkan dalam hadits diatas, bacaan al – Fatihah dari imam yang membaca jahr telah menggantikan bacaan kita. Dengan kata lain, kita pun telah menuaikan rukun shalat tersebut.
2.Kita memang dianjurkan untuk memperbanyak doa dalam sujud. Rosul SAW bersabda : “ Hamba yang paling dekat kepada Tuhannya adalah hamba yang bersujud. Maka perbanyaklah doa didalamnya. “ ( HR. Muslim, Abu Uwanah dan Baihaqi ). Namun hendaknya kita cukup menggunakan doa-doa yang ma`tsur ( diriwayatkan ) dari Rosulullah SAW. Boleh pula dalam bahasa kita sendiri dengan syarat hanya di ucapkan dalam hati. Hindari menggunakan doa yang diambil dari al – Qur`an, karena terdapat larangan dalam hal itu. Dalam riwayat Ibnu Abbas, Rosul SAW bersabda : “ ketahuilah sesungguhnya aku dilarang membaca al – Qur`an ketika ruku` atau sujud. Adapun ketika ruku, maka agungkanlah Tuhan di dalamnya. Adapun sujud, maka bersungguh – sungguhlah Tuhan dalam berdo`a. maka sangat pantas ( doa ) kalian dikabulkan.” ( HR. Muslim ).
3.Menggerak – gerakan jari telunjuk ketika tasyahud hukumannya sunnah mukhyyar. Dengan kata lain, anda boleh melakukannya dan boleh juga tidak. Sebab, keduannya mempunyai dalil dari hadits . dalil untuk menggerak – gerakkan telunjuk adalah riwayat yang berbunyi, “ beliau ( Rosul SAW) menggerak – gerakkan jarinnya ( telunjuknya ) sambil berdoa dengannya. “ ( HR. Abu dawud, An – Nasa`I, Ibnu Hibban, dan lainnya).
Adapun dalil untuk tidak menggerak – gerakan telunjuk ketika tasyahud adalah “ Dan beliau memberi isyarat dengan jari telunjuknya, “ ( HR. Muslim ).dalam riwayat Muslim lainnya disebutkan “ Dan beliau menggenggam semua jari – jarinnya dan mengisyaratkan dengan jari yang di sebelah ibu jari. “ tidak adannya keterangan menggerak – gerakkan sudah cukup menjadi dalil bagi tidak wajibnya. Atau dengan kata lain bolehnya tidak menggerak – gerakkan jari. Seandainnya bersifat wajib dan terus – menerus, maka tentulah akan diterangkan . sebab, seperti diterangkan dalam sebuah kaidah Ushul Fiqh, “ Mengakhirkan penjelasan dari waktunnya tidak dibolehkan”( Ta`khir al – bayan `an waqt al – hajah laa yajuzu )
0 komentar:
Posting Komentar