A. Bermesraan dengan Istri yang Haid dan Nifas di Daerah Atas Pusar dan Bawah Lutut Para ahli ilmu telah sepakat tentang bolehnya bermesraan dengan istri yang sedang haid dan nifas di daerah atas pusar dan bawah lutut, baik dengan ciuman, dekapan, tidur bersama, bercumbuan dan lain sebagainya.1 Dalil-dalil mereka mengenai hal itu adalah sebagai berikut:
Pertama, dalil dari sunnah Nabi yang mulia, yakni antara lain:
Dari Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu anhuma, ia berkata,
DariMaimunah radhiyallahu anhuma, ia berkata,
Kedua, dalil dari ijmak
Para ahli ilmu telah berijmak tentang bolehnya bermesraan dengan istri yang sedang haid dan nifas di daerah atas pusar dan bawah lutut, dan tidak ada seorang pun dari mereka yang berbeda pendapat tentang hal tersebut.6Bersambung pada tulisan kedua insya Allah.
Di salin dari buku: “Tetap Mesra Saat Darurat” – Dr. Muslim Muhammad Al-Yusuf,Penerbit Zam-Zam, Solo.Cet 1 – 2008, hal: 58-74
http://ayonikah.net/tetap-mesra-di-kala-haidh.html
Pertama, dalil dari sunnah Nabi yang mulia, yakni antara lain:
Dari Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu anhuma, ia berkata,
”Apabila salah seorang di antara kami sedang haid, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam biasa menyuruhnya mengenakan kain sarung di tempat keluarnya haid, lalu beliau mencumbuinya.” Aisyah melanjutkan, “Dan siapakah di antara kalian yang mampu menguasai hajatnya, sebagaimana Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dahulu mampu menguasai hajatnya?”2Dari hadits ini, dapat disimpulkan bolehnya bermesraan dengan istri yang sedang haid dan nifas di daerah atas pusar dan bawah lutut. Karena arti, “mengenakan kain sarung (ta’taziru),” adalah mengikatkan kain sarung yang bisa menutupi pusarnya dan daerah bawahnya sampai lutut.
DariMaimunah radhiyallahu anhuma, ia berkata,
“Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam biasa mencumbui istri-istrinya di atas kain sarung, saat mereka haid.”3Dari Aisyah radhiyallahu anha, ia berkata:
“Apabila salah seorang di antara kami haid, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam biasa menyuruhnya (mengambil kain sarung). Ia pun mengikatkan kain sarungnya, lalu beliau mencumbunya”4Dari Haram bin Hakim, dari pamannya, bahwa ia pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam :
”Apa yang halal bagiku sebagai suami terhadap istriku, saat ia haid?” Beliau menjawab, “Bagimu daerah atas kain sarungnya.”5Semua hadits ini, baik secara tersurat maupun tersirat, menunjukkan bolehnya bermesraan dengan istri yang sedang haid dan nifas di daerah atas pusar dan bawah lutut, dengan berbagai gaya bermesraan.
Kedua, dalil dari ijmak
Para ahli ilmu telah berijmak tentang bolehnya bermesraan dengan istri yang sedang haid dan nifas di daerah atas pusar dan bawah lutut, dan tidak ada seorang pun dari mereka yang berbeda pendapat tentang hal tersebut.6Bersambung pada tulisan kedua insya Allah.
Di salin dari buku: “Tetap Mesra Saat Darurat” – Dr. Muslim Muhammad Al-Yusuf,Penerbit Zam-Zam, Solo.Cet 1 – 2008, hal: 58-74
http://ayonikah.net/tetap-mesra-di-kala-haidh.html
1 komentar:
Ijin Copas> terima kasih ilmunya.
Posting Komentar